Jombang, Jogojatim.com– kembali terjadi. SPBU 54-614-01 diduga kuat melakukan penjualan Pertalite subsidi ke para pengecer dengan modus kendaraan modifikasi. Praktik penyelewengan distribusi BBM bersubsidi yang terletak di SPBU jalan raya kayen, Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Jumat (01/08/2025)
Tim awak media yang melintas di depan SPBU memergoki langsung seorang operator sedang mengisi BBM ke kendaraan bermotor yang telah dimodifikasi. Kendaraan itu membawa dua drum kiri-kanan berkapasitas 30 liter dan satu jerigen di atas motor yang juga berukuran sama. Selain itu, terlihat pula pengisian ke dua galon air mineral 19 liter serta sejumlah wadah lain yang tidak sesuai ketentuan.
Operator yang tengah bertugas diketahui bernama Dedi. Saat dikonfirmasi, Dedi justru memberikan akses komunikasi kepada seseorang yang disebut sebagai pengawas SPBU, bernama Haryanto, melalui WhatsApp.
Namun bukannya menjawab dengan profesional, Haryanto justru merespons dengan nada mencurigakan.
“Apa sampeyan Kenal dengan Zainal dari Pers Polda Jatim”.
Yang lebih mengejutkan, dalam komunikasi tersebut, Haryanto sempat mengaku sebagai anggota TNI, bahkan menyebut dirinya dari BAIS (Badan Ahli Intelijen Strategis) dengan identitas samaran “Sulis”.
Informasi ini diperkuat oleh seorang operator lain bernama Heryanto, yang menyebut bahwa memang benar Haryanto memakai nama Sulis dan diklaim sebagai aparat. Diduga, penggunaan nama institusi negara itu dimaksudkan untuk mengintimidasi dan meredam penggalian informasi lebih lanjut.
Pelanggaran Distribusi BBM dan Potensi Pidana. Pengisian BBM bersubsidi ke dalam jerigen, drum, atau galon merupakan pelanggaran terhadap ketentuan distribusi BBM yang telah diatur dalam:
Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 60 miliar.
Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 yang mengatur tentang jenis BBM tertentu dan sasaran pengguna.
Aturan internal Pertamina, yang melarang pengisian BBM bersubsidi ke dalam wadah tidak standar.
Keterlibatan nama aparat meskipun masih sebatas pengakuan sepihak membuka pertanyaan serius, Apakah praktik ini dibiarkan karena adanya backing kekuasaan atau aparat, Apalagi saat investigasi dilakukan, tidak tampak adanya rasa bersalah dari para operator.
Kasus semacam ini bukanlah yang pertama. Sudah saatnya Pertamina, Kepolisian, BPH Migas, dan TNI melakukan investigasi menyeluruh dan menindak tegas praktik ilegal yang menyedot BBM subsidi ke luar jalurnya. Publik menuntut transparansi dan akuntabilitas. (Red/Tim)