Polda Jatim Ungkap Kasus Pelaku Pelecehan Seksual Selama Bertahun Tahun di Rumah Penampungan Anak di Surabaya

Surabaya, Jogojatim.com – Seorang pria berinisial MK (60), pemilik rumah penampungan yang dulunya merupakan panti asuhan di Surabaya, melakukan tindak pidana persetubuhan dan kekerasan seksual terhadap anak asuhnya sejak Januari 2022 hingga Januari 2025.

Kasus ini terungkap berdasarkan laporan polisi nomor 165 yang dibuat pada 30 Januari 2025, dengan korban yang didampingi oleh Unit Bantuan Hukum (UBK) Universitas Airlangga.

Dalam konferensi pers yang digelar hari ini, Dirkrimum Kombes Pol Farman, menjelaskan, bahwa MK diduga melakukan kejahatan tersebut secara berulang kepada korban yang merupakan anak asuhnya.

“Berdasarkan penyelidikan, MK awalnya mengelola rumah penampungan ini bersama istrinya. Namun, setelah istrinya menggugat cerai pada 14 Februari 2022 akibat sering mengalami kekerasan verbal dan psikis, tersangka mulai melancarkan aksinya terhadap anak-anak asuhnya,” ujar Kombes Pol Farman.Senin (03/02/25).

Lanjut Farman, Tersangka tidur sekamar dengan anak asuh berjenis kelamin perempuan. Tindakannya berlangsung secara terus-menerus sejak Januari 2022 hingga Januari 2025.

“Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain fotokopi legalisir kartu keluarga dan akta kelahiran korban, serta pakaian milik korban dan celana dalam korban. Dari hasil pemeriksaan, panti asuhan ini ternyata sudah tidak memiliki izin sejak 2022 dan berubah menjadi rumah penampungan pribadi tersangka,” terang Farman.

Tersangka dijerat dengan Pasal 81 junto Pasal 76D dan/atau Pasal 82 junto Pasal 76E Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Selain itu, ia juga dikenakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. Jika terbukti bahwa tersangka adalah wali atau pengasuh korban, hukumannya dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana yang berlaku.

Pihak kepolisian masih melakukan pendataan terhadap korban lainnya, mengingat sebelumnya ada lima penghuni di rumah penampungan tersebut. Para korban yang berasal dari keluarga tidak mampu diduga mengalami ancaman psikis, yang membuat mereka takut untuk melaporkan kejadian tersebut lebih awal.

Kasus ini kini menjadi perhatian publik dan diharapkan dapat mengungkap lebih banyak korban agar mendapatkan perlindungan hukum yang layak. @red