SURABAYA – Jogojatim.com – “Saya ini memberikan informasi kepada Reserse Polresta Sidoarjo, karena saya sudah terbiasa kerja sama di bidang ini. Dan juga karena masyarakat mengeluh, Kepala Desa juga mengeluh, jalanan rusak gara-gara banyak kabel-kabel tembaga milik TELKOM yang digali oleh “SINDIKAT” Mafia Gerombolan maling dan tukang TADAH, tapi saya sangat kecewa karena mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan.
Saya sudah bertemu dengan Kanit Reskrim dan Pak Kasatreskrim Polresta Sidoarjo diruangannya. Saat saya menghadap Kasatreskrim, saya diberi dua amplop masing-masing berisi 3 Juta Total 6 Juta. Uang tersebut sudah habis karena anggota saya di lapangan juga banyak. Dan menurut anggota di lapangan, saya ini dicurigai mendapatkan uang lebih dari “Pelepasan” para pencuri kabel tersebut karena saat penangkapan yang namanya TOYYIBIN warga LAJUK, KREMBUNG Kabupaten Sidoarjo.
Menurut informasi yang beredar, para pekerja yang ditangkap dan dilepas membayar TEBUSAN 50 Juta, dan TOYYIBIN membayar 100 juta kepada Oknum yang ada di jajaran RESKRIM Polresta SIDOARJO. Hal ini sudah saya sampaikan ke Pak Kapolres Sidoarjo juga (Kombes Pol Cristian Tobing,SIK,S.H.,MSI)”, Urai DF memelas saat menyampaikan kepada wartawan di sebuah Coffe di Kota Sidoarjo malam sekira tanggal 08 Juni 2024 malam.
DF, wanita yang memberikan keterangan kepada awak media menyatakan kepada wartawan kekecewaannya karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal terkait arah memberikan informasi dan penangkapan yang dilakukan oleh jajaran Satreskrim Polresta Sidoarjo. Kepada wartawan DF (salah satu pegiat KEADILAN) mengatakan, “Saya ini sering bekerja seperti ini,tidak masuk akal dan tidak logis kalau para Pencuri pencuri, tukang TADAH yang dikeluarkan tidak membayar atau tidak memakai uang TEBUSAN,karena para pekerja sudah saya tanya, dan informasi tukang TADAH juga keluarkan uang 100 juta, para pekerja 50 juta,kalau saya disuruh membuktikan yaa sulit,tapi sumpah saja memakai Al kitab atau sumpah Pocong, menerima atau tidak, tidak usah munafik dan sok bersih,” Ujar DF salah satu tokoh masyarakat asal Kab Sidoarjo. Lebih jauh DF yang berprofesi sebagai salah satu tokoh pegiat KEADILAN dan juga mengaku sebagai Jurnalis ini melanjutkan,
Saya ini menyampaikan apa adanya, tidak saya tutupi. Semua usaha usaha ILEGAL rata-rata sudah membayar tiap bulan ke oknum-oknum Satreskrim Polresta Sidoarjo. Makanya terkesan ada pembiaran seakan tidak tersentuh oleh hukum. Salah satunya OPLOSAN ELPIJI Subsidi, Pupuk Bersubsidi dan banyak lainnya. Saya ini bekerja, menyampaikan apa adanya, memberikan informasi untuk ditindak lanjuti, bukan malah dipermainkan. Dikira nanti saya yang memakan uang tersebut, padahal saya ini tidak dikasih uang oleh Pak Kasatserse, hanya uang 6 juta yang dimasukkan menjadi 2 amplop masing-masing berisi Rp 3 juta”, Ujar DF ibu dari 5 orang anak ini.
Secara terpisah Kepala Satuan Reserse dan KRIMINAL Polresta Sidoarjo Komisaris Polisi Agus Sobarnapraja, S.H., SIK ,M.H., yang juga Peraih Adhimakayasa Alumnus Akademi Kepolisian 2010, Kepada wartawan menerangkan, “Apa yang disampaikan Nara sumber memang tidak salah, semua yang sudah kita amankan, dilepas ,tapi bukan berarti Proses hukum berhenti semua masih berlanjut, SPDP (Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan) sudah kita kirim ke kantor Kejaksaan negeri Sidoarjo, namun yang menjadi kendala kami sebagai PENYIDIK adalah penentuan PASAL ,terkait perkara ini mau kita jerat dengan Pasal Pencurian atau Penggelapan, karena sampai saat ini pihak TELKOM belum bersedia datang ke kantor Polisi untuk kami mintai keterangan, karena para pelaku yang kita tangkap dan amankan dimarkas kepolisian dalam menjalankan aksinya dibekali surat tugas, yang mana kalau surat tugas itu Palsu, pihak TELKOM harus ada klarifikasi. Dalam waktu dekat akan kami panggil pihak TELKOM nya kalau memang “Kabel tembaga itu sudah tidak digunakan dan tidak diperlukan ,kami minta dikeluarkan surat resmi nya,untuk dasar kami SP3 kan Perkara ini, sebagaimana di atur dalam UU No 08 Tahun 1981 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) biar terang dan jelas tidak menjadi bola liar dan berpolemik dimasyarakat, “Ujar Kasatreskrim
Lebih jauh Kasatreskrim menambahkan,”Para pelaku saat ini kami perintahkan untuk absen seminggu dua kali, sembari menunggu proses hukum ini, kita juga menunggu arahan dari Kejaksaan, sebagai PENUNTUT UMUM, terkait penerapan Pasalnya, intinya mereka semua kita keluarkan secara GRATIS tidak BERBAYAR sepeserpun, karena itu tidak diBENARKAN secara HUKUM, kita tidak pernah menerima uang SUAP,atau uang apapun dalam penanganan PERKARA ini, upaya Subyektif kami tidak melakukan PENAHANAN, karena Pasal belum ditentukan, selama 3 Hari diPolres Kita memberi makan mereka, memakai uang PRIBADI, anggaran kita terbatas jadi itu adalah solusi yang solutif, “Urainya.
Perlu masyarakat ketahui, ada istilah “Walaupun kejahatan berlari secepat kilat, kelak kebenaran keadilan akan terungkap. Perkara ini sebenarnya sepele, tidak rumit dan tidak njlimet kalau tidak ada dusta diantara kita. Antara DF (yang memberikan informasi) dan Oknum Kepala Unit Pidum Satreskrim Polresta Sidoarjo terkait “Agreement” kesepakatan “logistik” (Financial).
Yang satu merasa sudah bekerja (dalam tanda kutip), yang satu dalam melepas para terduga “Gerombolan” Mafia, pencuri, tukang TADAH, otak kejahatan “Merasa tidak menerima uang dari PELEPASAN tersebut”.
Sungguh lucu dan sebuah parodi, Kapolres Alumnus Akpol 2000 Batalyon SS (Sanika Satyawada) yang dikenal santun, tegas, dan terbaik dalam bidang Pelayanan dan mendapatkan PIN Emas dari TB 1 (Kapolri) harus bertindak tegas. Dibuka secara transparan, biar tidak menjadi bola liar dan bola panas. Era sekarang sudah berbeda, era transparan, sampaikan apa adanya, bukan hanya lips service, pandai bermain kata dan merangkai kalimat, “Ujar Didi Sungkono Pengamat Kepolisian asal Surabaya.
Perlu masyarakat ketahui, kejadian di atas bermula keluhan dari Masyarakat dan Kepala Desa terkait rusaknya jalan raya, jalan desa karena penggalian yang awur-awuran dari orang-orang yang mengaku dari PT TELKOM.
Dari 17 para penggali (pencuri) pada saat diamankan, para terduga pelaku sudah mengambil dan memotong kabel Telkom dan dimuat di mobil pickup. Dalam pengamanan itu dihadiri kepala desa Keper bernama Soeharto, SE.
Dari informasi yang didapat media, pelepasan terjadi dua atau tiga hari setelah polisi mengamankan para terduga pelaku. Selain puluhan terduga pelaku sebagai pekerja menggali tanah dan menarik kabel, media mendapat informasi bahwa ada nama penadah bernama Toyibin domisili di desa Lajuk, Sidoarjo yang juga ikut diamankan.
Selain Toyibin terdapat beberapa nama yakni Andhika, Wahyu, dan Bara. Diduga Andhika adalah kepala dari sindikat pencuri kabel Telkom ini, Wahyu koordinator mandor dan pekerja, sedangkan Bara koordinator lapangan.
Diduga Toyibin dilepas dengan membayar uang Rp 100 juta, dan 17 pekerja dilepas membayar Rp 50 juta. Sedangkan Andhika, Wahyu dan Bara tidak diketahui berapa keluarkan uang untuk dilepaskan.
Dari informasi didapat media ini, Kasatreskrim Agus memberikan informasi ke awak media kalau para terduga pelaku dilepas karena tidak ada korban yang melapor, dalam hal ini adalah Telkom.
Terkait pelepasan tersebut, media ini melakukan konfirmasi via pesan WhatsApp ke Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol. Christian Tobing dan Kasatreskrim Sidoarjo Kompol Agus Sobarnapraja, pada Sabtu (8/6/2024) siang, namun hingga berita ini di tayangkan tidak ada jawaban.
Terpisah, Pengamat Kepolisian asal Surabaya “Didi Sungkono, SH., MH.”, saat dimintai tanggapan atas peristiwa pelepasan puluhan pelaku ini mengatakan kejadian ini harus di sikapi s secara serius.
“Kalau benar apa yang terjadi dijajaran Satreskrim Polresta Sidoarjo ini harus disikapi secara serius dan mendalam. Penyidik pasti punya alasan yang tepat dan harus transparan kepada masyarakat agar tidak berpolemik yang negatif, karena faktanya masyarakat tahu sudah dilepas atau tidak dilakukan penahanan,” ujarnya. Minggu (9/6/2024) pagi.
Menurut Didi Sungkono masyarakat harus perlu pahami bahwa dalam hukum perkara pidana berproses berdasarkan deliknya. Ada dua jenis delik yang biasanya digunakan yakni delik aduan dan delik biasa. Delik biasa langsung bisa diproses Penyidik tanpa ada persetujuan dari korban atau pihak yang dirugikan, dengan kata lain tanpa adanya persetujuan atau pengaduan.
Salah satu contoh adalah delik pembunuhan atau pencurian (Gewoni Delict), ini diatur dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana).
“Rata rata dalam KUHP adalah delik biasa (Gewoni Delict) artinya untuk memproses hukum perkara, perkara tersebut tidak dibutuhkan pengaduan. Tindak pidana pencurian dirumuskan sebagai delik formil yang menitik beratkan pada tindakan bukan akibat,” ujarnya.
Menurut Didi, ketika seseorang, atau kelompok dikehatui melakukan pencurian, kemudian barang yang dicuri dikembalikan, perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana pencurian.
Ini pembelajaran hukum, edukasi terhadap masyarakat, kalau memang penyidik melepaskan terduga kelompok Mafia, Pencuri Kabel yang dimiliki Telkom (kabel tembaga) terlepas Telkom sebagai pemilik kabel mau melapor atau tidak, penegak hukum dalam hal ini Polri sebagai penyidik bisa memproses perkara ini,” kata Didi.
Namun kalau penyidik melepaskan para mafia, pencuri terorganisir, penanda, pendana, ini secara hukum tidak bisa dibenarkan, apalagi masyarakat yang melaporkan merasa kecewa,” ujar calon kandidat doktor hukum ini.
Didi juga menjelaskan walaupun itu Diskresi yang dimiliki oleh penegak hukum, dalam hal ini Polri tetap tidak bisa dibenarkan, landasan hukum apa yang dipakai oleh penyidik untuk melepaskan para pencuri tersebut.
“Ditanyakan, dikonfirmasikan, dan harus dijawab secara gamblang, transparan agar masyarakat tidak bersuara “sumbang” (berpolemik),” ujarnya.
“Kita ini negara hukum ,harus ada landasan hukum sebagai pijakan. Mungkin penyidik tidak melepaskan, bisa juga permohonan agar tidak ditahan, atau tahanan kota, penangguhan penahanan, bisa dicek SPDPnya di Kejaksaan negeri Sidoarjo. sejauh mana proses hukum tersebut, apalagi sudah pernah dilakukan penahanan,” urai Didi Sungkono.
Perlu diketahui, dari kejadian pencurian kabel diwilayah desanya, kepala desa Keper Soeharto yang turun langsung ke lapangan saat kejadian pengamanan para pelaku, ia mengatakan dirinya marah atas kejadian pencurian kabel ini.
“Saya sebagai kepala desa juga marah, dulu pernah seperti ini ditahun 2023 lalu, memang ada yang ijin ke saya didampingi dari babinsa Lajuk, mengatakan bahwa program dari Telkom untuk menggali dan mengambil kabel, karena Telkom sudah tidak menggunakan kabel tanam,” ujarnya.
“Nah karena didampingi Babinsa maka saya ijinkan, tapi pas malam pengerjaan ada warga yang komplain maka saya turun ke lokasi dan menanyakan kelengkapan datanya, ternyata kurang lengkap jadi saat itu saya tegaskan ke mereka untuk berhenti,” lanjutnya.
“Bukan hanya itu, saya juga suruh mereka untuk minta ijin juga ke Kepala Desa Kedung Sumur, dan bekas dari galian tersebut membuat jalanan rusak ga kembali seperti semula” tegas Soeharto.
Ternyata warga lapor lagi pada hari Sabtu (11/5/2024) malam ada penggalian lagi, kemudian tiga hari tepatnya (14/5/2024) terjadi lagi,” lanjutnya.
“Ketika dapat laporan saya mendatangi lokasi dan menemukan puluhan orang melakukan penggalian dan sudah menggambil beberapa meter kabel dengan lubang-lubang yang dalam,” ujarnya.
“Otomatis jalan desa saya rusak, dan saya sebagai kepala desa sudah pasti marah karena merasa dirugikan” pungkas Soeharto.
Diketahui bersama, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan jaringan Indonesia.
Berkaitan dengan aset BUMN, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 dalam pertimbangannya menyatakan bahwa harta kekayaan yang dipisahkan yang dikelola oleh BUMN adalah tetap merupakan harta kekayaan milik negara.
Modal dalam bentuk aset yang dimiliki BUMN berasal dari penyertaan modal negara yang berasal dari APBN dan merupakan kekayaan negara.
Aset BUMN tersebut berasal dari investasi jangka panjang pemerintah untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.
Dari penjelasan putusan Mahkamah Konstitusi, sudah jelas benda milik BUMN Telkom adalah harta kekayaan negara.
Dan jika ada seseorang mencuri harta kekayaan negara dalam hal ini kabel Telkom baik masih digunakan atau tidak, seharusnya polisi bertindak untuk mengamankan dan tidak perlu ada suatu pelaporan atau pengaduan. Bersambung…
(KT / Red)