Tiga mobil SUV modifikasi disergap di depan Polsek Durenan, Trenggalek. Para pelaku diduga bagian dari jaringan lintas provinsi yang membeli solar subsidi di banyak SPBU dengan barcode palsu dan plat nomor gonta-ganti!
Solar subsidi hasil jarahan dijual kembali ke proyek dan perusahaan besar. Negara rugi, rakyat kecil gigit jari!
Trenggalek, Jogojatim.com – Sindikat pencuri solar subsidi lintas provinsi akhirnya tumbang. Komplotan yang dikendalikan seorang pria berinisial Agam Cs berhasil dibekuk saat menjalankan aksi di wilayah hukum Polres Trenggalek. Tiga unit mobil SUV yang telah dimodifikasi menjadi tandon berjalan disita berikut para sopirnya di depan Mako Polsek Durenan, Rabu (5/10/2025) sore.
Ketiganya tertangkap setelah sejumlah warga, ormas, dan awak media mengikuti pergerakan mereka dari wilayah Bandung, Tulungagung hingga Durenan. Modus mereka sederhana tapi terstruktur, berpindah dari satu SPBU ke SPBU lain, menggunakan barcode subsidi palsu, dan mengganti-ganti plat nomor kendaraan untuk mengelabui sistem pengawasan BBM subsidi.
Mobil yang diamankan terdiri dari Toyota Innova Reborn hitam, Mitsubishi Grandis silver, dan Isuzu Panther biru. Ketiganya sudah dimodifikasi dengan tandon besar berisi solar subsidi hasil “Belanja ilegal” yang diduga hendak dijual kembali ke proyek galian dan perusahaan swasta dengan harga jauh di bawah harga industri.
Salah satu sopir asal Wonogiri mengaku hanyalah suruhan dari bosnya.
“Saya disuruh belanja solar di SPBU Gandong, Durenan, dan sekitar Trenggalek. Kami pakai barcode dan ganti-ganti plat nomor,” ujarnya tanpa ragu.
Salah satu kendaraan yang digunakan komplotan lintas provinsi, dengan modus beraksi keliling SPBU dengan barcode palsu dan plat nomor gonta-ganti demi mengeruk subsidi rakyat kecil! Publik menuntut usut tuntas sampai ke otaknya, bukan cuma sopir di lapangan!
Dari keterangan itu, jelas terbaca pola kerja yang sistematis. Komplotan ini bukan pemain kecil. Mereka memanfaatkan kelemahan sistem digital subsidi untuk mengeruk keuntungan besar, sementara masyarakat kecil di SPBU kerap kehabisan solar.
Tindakan ini bukan sekadar pelanggaran administrasi tetapi kejahatan ekonomi terencana yang menjerat hak rakyat. Negara dirugikan, distribusi BBM kacau, dan kepercayaan publik terhadap pengawasan energi kembali dipertanyakan.
Perbuatan ini masuk dalam kategori berat sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Namun, hingga berita ini diterbitkan, pihak Polres Trenggalek belum memberikan keterangan resmi terkait penanganan dan status hukum para pelaku. Sementara itu, sosok yang disebut sebagai pemilik kendaraan dan solar, berinisial Agam, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp justru menjawab singkat, “Sudah beres dengan media dan LSM.”
Pernyataan itu menimbulkan tanda tanya besar, ‘Beres dengan siapa? Dengan cara apa?’ Jika benar demikian, maka ini bukan hanya soal solar subsidi, tetapi juga soal moral, hukum, dan keberanian penegak hukum melawan uang dan pengaruh.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi aparat dan Pertamina. Mafia solar bukan cerita baru, tapi selama pelaku hanya dari kalangan bawah yang dikorbankan, keadilan hanya menjadi slogan di atas kertas. Publik menuntut transparansi dan tindakan nyata.
Hukum tidak boleh berhenti di sopir. Otak di balik operasi solar lintas provinsi ini harus diseret ke meja hijau. Negara tak boleh kalah oleh komplotan garong berseragam rapi dan bermodal tebal. (Red)



















