Dr Didi Sungkono.S.H.,M.H., mengatakan, “Salah satu Tugas Polri, Penyidik sebagaimana diperintahkan oleh UU diatur dalam Pasal 5 KUHAP dan juga Pasal 1 angka 4 KUHAP, sudah ada laporan, Korban juga sudah meninggal dunia ditempat, ini jelas peristiwa pidana, harusnya sejak awal melakukan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara), itu yang bicara adalah hukum, saya hanya mengulas dan menyampaikan.
Perkara ini sudah sangat terang pelaku juga ada, harusnya tidak lama sudah dilimpahkan ke persidangan untuk memperoleh kekuatan hukum. Ada juga PERKAP No 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Pasal 4, peraturan hukum dan perangkat hukum jelas dan terang, diatur juga dalam UU No 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ, tinggal kemauan dari penyidik tersebut,” ujar Pengamat hukum dari Surabaya ini.
Surabaya, Jogojatim.com – Sudah lebih dari enam bulan berlalu sejak kecelakaan maut di sisi barat Masjid Al Akbar Surabaya yang menewaskan Aprian Dwikoranto. Namun hingga kini, proses hukum terhadap pelaku masih jalan di tempat.
Pengamat Kepolisian Dr Didi Sungkono, S.H., M.H., saat diminta tanggapan oleh awak media mengatakan, “Kalau benar seperti itu, sangat tidak dibenarkan. Harusnya Penyidik Laka Lantas Restabes Surabaya pro aktif memberikan informasi SP2HP kepada masyarakat. Itu hak dan diatur oleh PERKAP, itu penjabaran dari UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Apalagi perkara ini sudah lama, SOP-nya bagaimana? Hukum itu asas kepastian, apalagi ini terkait nyawa masyarakat. Tidak peduli siapapun yang melakukan ‘penabrakan’, baik itu anaknya pejabat atau pengusaha besar, semua sama di mata hukum. Dan ini jelas koridor hukumnya,” ujar Didi Sungkono.
Lebih jauh Didi Sungkono menambahkan, “Jangan salahkan masyarakat kalau sudah tidak mempercayai POLRI karena ulah oknum-oknum yang sering mengecewakan masyarakat. Coba dibayangkan perkara sudah hampir 7 bulan, tidak ada perkembangan yang signifikan. Siapa TERSANGKA-nya? Sejauh mana proses hukumnya? Jangan sampai masyarakat menduga-duga, ‘ada apa ini?’ Jangan sampai masyarakat menilai KUHAP diartikan Kasih Uang Habis Perkara, Kurang Uang Harus Penjara. Jelas diatur dalam UU No 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ (Lalu Lintas Angkutan Jalan), sanksi hukum dan ancaman hukuman badan. Kecuali kedua belah pihak sudah sepakat, perkara bisa diselesaikan secara RJ (Restorative Justice),” tegas Didi.
Hukum seakan tumpul, bagaikan KAPAK, tajam ke bawah, tumpul ke atas. POLRI yang diharapkan masyarakat sebagai garda dan benteng terakhir bagi masyarakat untuk mencari sebuah keadilan, ternyata karena ulah segelintir oknum-oknum yang bermental “durjana” tidak peka terhadap penderitaan masyarakat karena menjadi korban dan memperoleh tindakan tidak adil. Seakan diam, “tutup telinga, tutup mata.” Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes Surabaya harus “bergerak”, bukan malah terkesan mendiamkan,” pungkasnya.
Masyarakat dan keluarga korban kini menantikan tindakan tegas dari kepolisian untuk segera menuntaskan kasus ini dan mengembalikan kepercayaan publik bahwa POLRI benar-benar hadir sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.(Red)