Surabaya, Jogojatim.com – Didi Sungkono yang juga Dosen hukum ini saat diminta tanggapannya mengatakan,” Tidak bisa itu hanya cukup minta maaf, gerombolan Preman berkedok Debt Kolektor ini sudah sangat meresahkan masyarakat, ada apa ini?? logikanya mereka tidak akan berani beraksi kalau tidak ada backing.
Patut di duga, dan ini harus di garis bawahi secara tebal, siapa backing dari gerombolan tersebut? BCA Finance juga harus bisa menghormati aturan hukum, semua diatur dalam UU No 08 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, untuk Debitur dan Kreditur diatur dalam UU No 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, ada putusan MK No 18;/ PUU-XVIII/2019 Tentang Pengujian UU No 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, ini sudah melekat dan mengikat,” Ujar Didi Sungkono
Pasal 15 ayat 2 UU No 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia yang mana Frasa nya sama dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Perlu masyarakat ketahui belum lama ini beredar Postingan di medsos, bernarasi Empat orang debt collector meminta maaf atas aksi premanisme yang mereka lakukan di Markas Kodam V/Brawijaya, Surabaya. Para debt collector ini beraksi pada Selasa (8/4), awal aksi komplotan Preman tersebut karena mereka mencoba menarik satu unit mobil yakni Suzuki Ertiga.
Aksi mereka terekam masyarakat dan di share ke sosial media, serta videonya viral.
Mereka bahkan sempat menyebut punya bekingan seorang perwira menengah TNI CPM ( Korp Polisi Militer ) POMAD. Namun pada Sabtu (12/4) para debt collector itu minta maaf atas aksi yang dilakukan. “Kami berempat menyampaikan permohonan maaf sebesar besarnya.
Yang berikutnya, permohonan maaf kepada bapak Mayor Cpm Juni, yang saat ini juga disebut-sebut sebagai bekingan kami, dan memfasilitasi kami untuk kami beraksi maupun kegiatan di Kodam Brawijaya.
Pada kesempatan ini, kami berempat menyampaikan, informasi yang beredar tersebut adalah bohong (hoaks) dan itu tidak benar,” kata salah satu debt collector, Stefanus Pale, dalam video permohonan maaf yang dibagikan oleh Penerangan Kodam (Pendam) V/Brawijaya, Sabtu (12/4).
“Sebagai pernyataan sikap kami, saya dan teman-teman menyampaikan adalah kegiatan terakhir kami, dan kami tidak akan mengulangi lagi kegiatan tersebut di wilayah Kodam V/Brawijaya ataupun di Kodam-Kodam lain di seluruh Indonesia,” kata dia.
Kapendam Brawijaya, Kolonel (Kav) Donan Wahyu Sejati, menjelaskan Mayor Cpm Juni memang berdinas di Kodam Brawijaya. Tapi, ia tidak punya sangkut paut dengan aktivitas para debt collector itu. “Ternyata, dalam video permohonan maafnya tersebut, Stefanus Pale ternyata berbohong jika dirinya telah berkoordinasi dalam menjalankan aksi Premanismenya bersama rekan-rekan debt collector,” kata Wahyu.
Untuk membuat efek jera para gerombolan Debt kolektor ini harusnya tidak hanya cukup dengan minta maaf, proses hukum tetap dijalankan karena segala tindakannya sudah meresahkan masyarakat, bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP, yang mana dengan ancaman kekerasan,intimidasi terhadap pengendara mobil yang kebetulan anggota TNI aktif.
Ini anggota TNI diperlakukan seperti itu, bagaimana kalau masyarakat biasa mas, kami harus mengadu ke siapa lagi? karena mereka seakan tidak takut akan hukum, mereka berkelompok, bergerombol, berani menguntit menghadang, dan bahkan melakukan intimidasi dan perampasan motor atau mobil, sangat mengerikan kondisi saat ini,” Ujar Rokhim saksi mata.
Perilaku gerombolan Debt Colektor kalau tidak ditindak secara tegas dan keras akan berakibat masyarakat tidak percaya terhadap aparat penegak hukum, harusnya pihak militer angkatan darat berkoordinasi dengan kepolisian setempat atau Restabes Surabaya untuk memproses tindakan arogan dan premanisme. @red