Hukum & Kriminal115 Dilihat

Pengamat Hukum Didi Sungkono

Jawa Timur, Jogojatim.com – Peristiwa hilangnya nyawa tiga ksatria Bhayangkara yang melakukan upaya penegakkan hukum, sangat miris dan mengerikan, apalagi para pelaku adalah Oknum TNI yang mana Militer tugasnya “perang”.

Bagaimana bisa itu senjata Laras panjang, senjata organik TNI berada ditengah kalangan aduan ayam ? arena perjudian yang katanya daerah Texas ? TNI sangat lengkap “perangkatnya”, ada Batalyon DEN Intel KODAM, Polisi militer juga ada Intelnya, ada BAIS, tidak mungkin secara nalar secara logika hukum “Para Komandan” dalam tanda kutip tidak mengetahui.

Ada arena aduan ayam, sudah lama beroperasi. Sekedar pembaca ketahui, peristiwa way kanan ini hampir tidak jauh beda dengan yang di jawa timur, rata-rata arena aduan ayam diduga dibekingi oleh oknum TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Dulu ada beberapa arena sabung ayam berskala nasional di wilayah Jawa timur, Kota Batu, Dengkol, Singosari, Malang, Turen, Wates, Kota Mojokerto, Trowulan Kabupaten Mojokerto, Pare Kabupaten Kediri, Tretes Kabupaten Pasuruan, Candi Kabupaten Sidoarjo, rata-rata di belakangnya adalah oknum TNI, “Urai Didi Sungkono.

Diakui atau tidak ini sangat miris, apalagi “bedil” dan peluru yang dibeli dari uang rakyat, dipakai membunuh aparat penegak hukum. Ini oknum militer aktif, ahli perang, menggunakan senjata Laras panjang ketika tempat aduan ayam yg diduga miliknya digerebek Aparat Penegak Hukum.

Jelas diatur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, KAMDAGRI adalah POLRI, jelas diatur dalam UU No 34 Tahun 2004 Tentang TNI adalah alat negara, penjaga negara bilamana ada invasi dari asing. Bedil bukan digunakan untuk membunuh aparat penegak hukum, yang sedang bertugas melakukan penegakkan hukum.

Harusnya paham arti penegakkan hukum, karena aparat hukum dalam melakukan penegakkan hukum dilindungi undang undang diatur oleh KUHP, dalam melaksanakan aturan yang tertera dalam UU No 08 Tahun 1981 KUHAP,” Ujarnya.

Hukum itu berdasarkan alat bukti, bukan asumsi. Sekarang dikaburkan fakta nya bahwa 3 APH yang dibunuh secara keji terima setoran tiap hari dan bulan.

Logika nya kalau terima setoran tiap bulan, pasti ada saksi yang memberikan uang (bobotohnya) atau via transfer ke rekening siapa.

Ini yang harus digaris bawahi secara tebal, bukan berasumsi. Masyarakat jangan sampai tergiring opini oleh pihak-pihak yang mengkaburkan fakta dan realita hukum, TNI harus transparan, era nya sudah berbeda, bukan malah cenderung berstatemen seolah olah melindungi oknum pembunuh APH yang sedang melaksanakan tugas.

Solusinya adalah Peradilan umum, karena ada perbedaan mendasar antara hukum pidana militer dan hukum pidana umum. Pidana militer bertujuan menjaga keamanan dan disiplin militer. Ada 8 wajib TNI, Hukum pidana militer, dikenakan karena adanya pelanggaran disiplin militer, kejahatan perang,kejahatan terhadap keamanan nasional pelanggaran HAM, pelanggaran kode etik militer.

POLRI adalah sipil yang dipersenjatai menurut UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, ada Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 menyatakan,

“Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum, artinya semua warga negara yang terlibat Masalah hukum mendapatkan perlakuan yang sama dari aparat penegak hukum. Ada Pasal 3 ayat 4 TAP MPR No VII/MPR/2000 Tentang fungsi dan peran TNI dan Polri, ini sangat jelas dan terang”.

Prajurit TNI tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam pelanggaran hukum militer dan tunduk kekuasaan kepada peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum, UU No 34 Tahun 2004 Tentang TNI Pasal 65 ayat 2. Ada asas hukum Lex posterior derogat legi priori” Peraturan baru kesampingkan peraturan lama,” Ujar Didi Sungkono. @red