Didi Sungkono S.H., M.H., : Kapolda Jawa Timur Harus “Bongkar” Secara Transparan Oknum Perwira Menengah Subdit Siber Krimsus, Diduga PERAS Masyarakat Rp 420

Sebagai Pengamat Kepolisian, Didi Sungkono .S.H.,M.H., Menerangkan, “Reformasi Polri itu harus dari pimpinannya dari atas kebawah bukan dari bawah keatas terutama oknum-oknum alumnus-alumnus Akademi Kepolisian yang baik, jujur malah tidak mendapatkan promosi tempat sebagai pemutus dan perumus kebijakan. Salah satu contoh, Kasubbag Mutjab, Dalpers, Binkar, tidak pernah di isi yang bukan dari alumnus Akpol. Tentunya pat gulipat akan rawan disitu, banyak informasi penerimaan Polri “kuota khusus” baik itu penerimaan Akpol, Bintara, tamtama yang nilai nya di atas 4 milliar untuk Akpol, 850 untuk bintara, 550 juta untuk tamtama, tapi seakan bias tidak pernah ada tindak lanjutnya. Ramai sebentar timbul tenggelam bagaikan buih dilautan, “tidak mungkin ada asap tanpa api” semua akan disanggah, semua tidak ada, semua tidak benar, daftar Polri gratis, masuk Polri gratis, memang benar, daftarnya gratis, masuk kantor polisi yaa gratis kalau jalan kaki, ketika bawa mobil yaa bayar parkir, “intinya masyarakat itu sudah” tidak mau tahu dengan hal hal tersebut. Malah ini ada oknum Bintara NRP 97 saja, sudah berani jual belikan kuota khusus jalur masuk BINTARA Polri tahun anggaran 2025, jaminan lulus dengan membayar 850 juta, ini jelas pidana, rusak mentalnya, bobrok, akhlak bejat tidak layak dipertahankan sebagai anggota Polri. Logikanya tidak mungkin oknum bintara ini bekerja sendirian pasti ada yang memerintahkan, ada yang mengarahkan,” Ungkap Kandidat Doktor Ilmu Hukum ini.

 

SURABAYA – Jogojatim.com – Pengamat Kepolisian asal Surabaya Didi Sungkono S.H., M.H., mendesak Kapolda Jatim Irjen Pol Imam Sugianto untuk mengusut dugaan pemerasan yang dilakukan oknum anggota unit V siber Ditreskrimsus Polda Jatim, sebesar Rp.420 juta terhadap masyarakat.

Hal itu disampaikannya setelah mengetahui video pengakuan masyarakat yang diperas oleh oknum anggota unit V siber Ditreskrimsus Polda Jatim.

Polisinya Rakyat, Polisinya Masyarakat itu tidak “munafik tidak hiprocrite”, tidak jago membangun narasi kebohongan, mengarang cerita, hilangkan barang bukti, rekayasa perkara, tapi polisinya rakyat itu harus “jujur”.

POLRI Rastra sewakottama, Polri adalah abdi utama, alat negara nusa dan bangsa, pedoman hidup POLRI adalah “TRIBRATA”. Kami Polisi Indonesia berbakti kepada Nusa dan bangsa, menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusian dalam menegakkan hukum NKRI berdasarkan UUD 1945.

Ini undang-undang dasar 1945, bukan UUD yang di istilahkan ujung ujungnya duit terus membangun narasi, membohongi rakyat, kejadian ada dibilang tidak ada. Aparat penegak hukum dalam hal ini Polri harus mampu jalankan tugas dengan profesional, jujur, bersahaja memperjuangkan keadilan dimasyarakat akan menjadi panutan yang terbaik, tercatat di hati masyarakat. Bukan malah kebalikannya, memeras, mengancam, merasa derajatnya lebih tinggi dari masyarakat akan menjadi beban bagi institusi polri sendiri dan akan sangat merugikan bagi organisasi Polri kedepannya. Apalagi Oknum Alumnus Akademi Kepolisian yang berani membangun “narasi kebohongan”, bertindak seperti mafia dan sindikat kejahatan yang terorganisir. Ini tidak dibolehkan di NKRI, “Urai Didi Sungkono yang juga seorang Dosen hukum ini

Lebih jauh Dirinya menambahkan,

“Tegakkan hukum secara PRESISI Keadilan. KUHP, KUHAP jangan dijadikan transaksional untuk ‘MEMERAS’ masyarakat,” tegas Didi Sungkono, Jumat (10/1/2025) sore.

Menurutnya, kalau memang terbukti melakukan PEMERASAN, bukan sanksi ETIK saja, namun oknum-oknum POLRI Itu bisa dipidanakan.

Karena Polri termasuk ASN (Aparat Sipil Negara) yang mana dalam bertugas tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk materi (uang, emas, atau barang berharga lainnya),” ujarnya.

Semua diatur dalam UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Ini harus diusut tuntas tidak boleh ada pembiaran, Polri ini alat negara, sebagaimana diatur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, ada Kode Etik yang mengatur itu,” tegasnya.

Didi Sungkono menjelaskan bahwa POLRI adalah garda terdepan sebagai tonggak, alat negara pelaksana undang-undang No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.

KAMDAGRI (Keamanan dalam negeri) adalah tugas utama POLRI sebagai alat negara yang bertugas menegakkan hukum secara Profesional dan Proporsional.

Sudah banyak jargon-jargon. Berganti KAPOLRI seolah olah ganti pemikiran dan ganti istilah PROMOTER, Profesional, modern, terpercaya, PRESISI.

POLRI diciptakan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dengan fokus, prediktif, responsibilitas, tranparansi, berkeadilan. BETAH (Bersih, Transparan, Akuntabel, Humanis).

Ketika hukum diperjualbelikan, ketika rakyat dan masyarakat dijadikan obyek PEMERASAN sampai matahari terbit dari ujung barat akan sulit masyarakat percaya dengan POLRI.

“Karena imbas dari kelakuan oknum-oknum POLRI yang bermental bejat dan berkarakter seperti ‘iblis’ yang akan memangsa rakyat,” tegasnya.

Masyarakatlah yang menilai, hati nurani masyarakat tidak buta, ada istilah tidak mungkin ada asap tanpa api.

“Kalau bicara bukti tentunya secara yuridis formil akan kesulitan, bukan berarti tidak bisa. PEMERASAN, bagaikan angin, terasa tapi tidak terlihat,” ujar dosen ilmu hukum ini.

“Logika hukumnya mudah, peristiwa pidana ada, kapan, dimana. Akan mudah diungkap kalau ada keinginan dari Pimpinan POLRI,” tegas direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rastra Justitia 789 ini.

Menurut Didi Sungkono, jika dilihat dan dicermati, video tersebut adalah asli, bukan hoax, dan kalau dilihat dari kacamata hukum, ini benar-benar kejadian ada.

“Dalam arti peristiwa pidana tersebut ada, korelasinya berkesinambungan. Logika hukumnya adalah tidak mungkin masyarakat berani membuat video pengakuan seperti ini kalau tidak ada peristiwa hukum yang terjadi,” tegasnya.

“Semua tergantung pihak kepolisian, harusnya Kapolda Jatim mendapatkan informasi seperti ini segera turunkan tim, baik Paminal atau PROPAM, tindaklanjuti kebenaran hingga timbul fakta-fakta hukum,” Didi menegaskan kembali.

Perlu diketahui, dalam video, seorang wanita, istri dari Kades di wilayah Sidoarjo, mengaku dimintai uang oleh oknum Polisi Polda Jatim untuk membebaskan suaminya dan dua orang ditangkap dan dibawa ke Polda Jatim.

Untuk membebaskan suaminya, ia mengaku memberikan uang sebesar Rp 220 juta kepada suaminya di lantai 2 salahstatu gedung di Polda Jatim. Uang Rp 220 juta kemudian diserahkan suaminya kepada oknum Polisi di tempat tersebut.

Selain suaminya, terdapat  dua orang yang ditahan, mereka juga mengeluarkan uang, masing masing Rp 75 juta dan Rp 125 juta. Setelah uang di berikan,  tidak berselang beberapa saat, suami dan dua orang itu dibebaskan.

Setelah viral adanya pemberitaan media terkait video pengakuan itu, terdapat informasi bahwa istri dari Kades itu  didatangi 7 orang polisi yang mengaku dari siber Polda Jatim.

Untuk mengetahui suatu kebenaran, media melakukan konfirmasi ke Kasubdit V siber Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Charles P. Tampubolon pada Rabu (8/1/2025) malam, via pesan WhatsApp (WA).

Dalam jawabannya, Charles mengatakan tidak benar adanya pemerasan, dan pemeriksaan terhadap ibu Kades.

“Penangkapan ketiga orang yang disebutkan tidak ada dan terkait 7 orang polisi yang mendatangi itu tidak ada pak dari anggota siber polda jatim. Terima kasih sudah konfirmasi pak,” jawab Charles. Rabu (8/1/2025) pukul 20.59 WIB via pesan. (wkt/yd/ash/ain)