Didi Sungkono, S.H., M.H. : Kepolisian Tidak Boleh Menolak Laporan Masyarakat Korban dari Kejahatan “Mafia” Debt Kolektor

Hukum & Kriminal106 Dilihat
Didi Sungkono, S.H.,M.H.,Pengamat Kepolisian asal Surabaya, kepada wartawan menerangkan, tupoksi kepolisian sebagaimana amanat UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Polri Tidak boleh menolak laporan masyarakat. Karena KAMDAGRI adalah tanggung jawab POLRI sebagai salah satu penegak hukum, kalau masyarakat yang merasa jadi korban kejahatan ditolak bikin laporan, terus masyarakat harus melapor kemana ? SATPOL PP atau ke DENPOM ? Harusnya semakin kemari oknum oknum POLRI itu semakin cerdas. Bukan malah terkesan mempermainkan masyarakat, rasa aman, nyaman, terayomi, tenang, pelayanan yang baik adalah cerminan keberhasilan POLRI.

Surabaya, JOGOJATIM – Sungguh malang apa yang dialami masyarakat kota Surabaya ini,maksud hati ingin punya mobil dibuat bekerja untuk menyambung hidup keluarga, tapi bukan malah untung didapat,buntung dan apes,bukan itu saja dirinya mendapatkan diskriminasi hukum atas tindakan oknum Kepolisian di SPKT Jawa Timur.

“Saya ini mau melapor ke SPKT Polda Jawa Timur, bukan malah dibuatkan Laporan Polisi, tapi malah dipimpong kesana kemari. Di dalam markas kepolisian Polda Jawa Timur, SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) saya tidak dibuatkan LP (Laporan Polisi) malah disarankan ke KRIMSUS (Kriminal Khusus) yang gedungnya dibelakang. Di KRIMSUS diarahkan lagi ke SUBDIT PERBANKAN, ditemui oleh Pak A’an yang mengaku dari SUBDIT PERBANKAN.

“Berkas – berkas ini saya pelajari dulu yaa Pak, dan kita tidak mengeluarkan LP, Ujar Polisi yang mengaku bernama A’an, ” Ujar Johannes warga Lebak Kota Surabaya.

Perlu pembaca ketahui, peristiwa bermula dari Johannes (65th) bersama istri yang bernama Lo Lies liana (Debitur) mengambil mobil secara kredit melalui WUFI (Wuling Finance), mobil type Wuling Forno 1.2 MB tahun 2023, warna silver metalik, kondisi baru pada bulan November 2023 dengan DP sebesar 14.000.000 dengan angsuran 3.502.000 tennor 60 bulan, jatuh tempo angsuran setiap tanggal 24, pada saat JT bulan Desember 2023, telah terbayarkan oleh DEBITUR angsuran dengan nilai diatas,

Permasalahan timbul berawal DEBITUR selama bulan Desember, Januari, Februari merasa tidak bisa memakai unit mobil tersebut karena Plat nomor dan STNK (belum selesai diuruskan) oleh pihak dealer. Karena merasa ada misskom, Debitur cedera janji, JT bulan Januari Tanggal 24 tidak dibayarkan angsurannya.

Sekira bulan Februari 2024 tanggal 10, Debitur didatangi pihak Kreditur melalui Debt Colektor bernama “DUL” disuruh bayar angsuran 2x (bulan Januari dan Februari). DEBITUR merasa yang bulan Februari 2024 belum JT.  DEBITUR menyanggupi pembayaran yang bulan Januari 2024, untuk yang bulan Februari 2024 menunggu JT tgl 24, sekalian DEBITUR juga menanyakan kapan STNK dan Plat nomor selesai diurus oleh pihak dealer karena belum ada kata sepakat hingga awal Maret 2024 DEBITUR tidak melakukan pembayaran (wan prestasi )”, Urainya.

Johannes alias CAHAYA (suami dari DEBITUR) yang mobilnya dirampas oleh gerombolan Debt Kolektor WUFI (Wuling Finance) tanpa ada surat somasi atau pemberitahuan terkait cedera janji. Mobil yang masih angsuran pertama dirampas oleh gerombolan Debt Colektor. Ketika lapor Polisi (SPKT Polda Jawa Timur), terkesan diabaikan, dipimpong, ujung – ujungnya tetap tidak dibuatkan LP. Terus masyarakat harus lapor kemana ? Katanya POLRI PRESISI, Faktanya mana ?”, Ujar Johannes

Awal petakanya dibulan Maret 2024, sekira tanggal 8 Maret 2024 DEBiTUR dicegat dijalan raya oleh segerombolan Debt Colektor yang pimpinannya mengaku bernama DUL.

“Kamu belum bayar angsuran mobil ini 3 Bulan yaa, ayo ikut ke kantor WUFI (Wuling Finance) nanti kita seleseikan dikantor”.

Sesampainya dikantor WUFI didaerah Praban Kota Surabaya, DEBITUR ( Johannes) diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi, disuruh tanda tangan surat BAST (berita acara serah terima) unit mobil tersebut.

Sontak saja DEBITUR menolak, karena masih ingin melanjutkan kredit mobil tersebut dan masih merasa mampu dan DEBITUR mengatakan ini terjadi (belum dibayar) karena STNK dan Plat nomor belum selesai diurus, karena belum ada kata sepakat terkait denda, makanya belum saya bayarkan,” Terang Johannes kepada wartawan.

Lebih lanjut Johannes menambahkan,” Di dalam kantor WUF itu tidak ada kata sepakat lagi, malah saya disuruh pergi begitu saja, mobil dirampas oleh DUL. Sampai sekarang mobil saya disana, malah saya lihat di postingan sosial media sudah ditawarkan oleh pihak Wuling (dijual lagi).

Karena saya merasa mendapat perlakuan yang tidak selayaknya, mobil dirampas dan saya merasa ditipu, maka saya melaporkan masalah ini ke pihak kepolisian, Polda Jawa Timur, SPKT. Namun bukan pelayanan yang baik dan ramah yang saya terima, terkesan saya dipimpong dalam menerima laporan dan keluhan. Dari SPKT disarankan ke KRIMSUS, dari Krimsus diarahkan ke Subdit Perbankan, ditemui oleh pak Polisi bernama A’an, “Pak Johannes ini berkasnya ditinggal disini dulu yaa,akan saya pelajari,” Ujar Johannes menirukan ucapan anggota Polri Subdit Perbankan bernama A’an.

Ketika saya tanyakan LP saya mana Pak ? ” Tidak ada LP pak, silahkan bapak Lapor ke Polrestabes saja”, Ungkapnya.

Kepada wartawan Johannes mengatakan,” Saya sangat kecewa dengan Pelayanan Polri, karena saya ini benar benar korban, masyarakat yang butuh perlindungan secara hukum, lantas kemana lagi saya harus melapor”, Ungkap Johanes memelas.

Mobil Wuling yang menjadi obyek sengketa,kini mobil tersebut menurut DEBITUR sudah ditawarkan ke oranglain oleh WUFI (Wuling Finance)

Secara terpisah Pengamat kepolisian asal Surabaya Didi Sungkono, S.H.,M.H., saat diminta tanggapannya terkait anggota SPKT Polda Jawa Timur Subdit Perbankan yang menolak membuat LP, kepada wartawan menerangkan, “Tidak boleh itu Polri menolak laporan masyarakat yang menjadi korban kejahatan, itu hak hukum masyarakat dan dijamin oleh undang undang, dijamin oleh konstitusi, fungsi pokok Polri, tugas, kewenangan, diatur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Ada 3 Tugas Pokok POLRI, memberikan rasa aman, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat, menegakkan hukumenjaga ketertiban dan ketentraman.

Semua sangat terang dan jelas diatur oleh undang undang, ini malah kok aneh bin ajaib, berkas diminta untuk dipelajari, tapi LP (Laporan Polisi) tidak dibuatkan tidak dicatat, salah kaprah semuanya,” Ujar Kandidat Doktor Ilmu Hukum ini.

Lebih jauh Didi Sungkono menambahkan, “Kelakuan Oknum Debt Kolektor yang melakukan perampasan bisa dijerat dengan Pidana, aturan hukumnya susah sangat jelas, tinggal aparat penegak hukumnya mau atau tidak, kalau sudah urusan kemauan itu harus benar – benar profesional dalam menjalankan tugas pokok kepolisian, ada beberapa aturan hukum yang mengikat.

Kantor Polisi, Subdit Kriminal Khusus Polda Jawa Timur. Menangani kejahatan – kejahatan khusus, mulai dari SIBER, PERBANKAN, SUMDALING, PIDTER, termasuk Pidana FIDUSIA. Tapi anehnya disaat masyarakat membutuhkan untuk melapor agar bisa mendapatkan rasa dan frasa keadilan, alih – alih mendapatkan pelayanan yang PRESISI, malah ditolak dan tidak mendapatkan LP (Laporan Polisi). Harusnya Polri hadir ditengah tengah masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, bukan malah “berkasnya ditinggal disini, saya pelajari dulu”

Jelas dan baku, kok malah kata polisi nya mau dipelajari. Ini masyarakat butuh LP (Laporan Polisi) untuk asas kepastian hukumnya. Ini sudah jelas ada asas hukum yg dilanggar oleh para Debt Colektor (suruhan WUFI). Kalau dipelajari saja, tiadak akan terang dan jelas permasalah hukum ini. Harusnya GERCEP dibuatkan LP,  diperiksa saksi PELAPOR karena ini DEBITUR yg menjadi korban perampasan.

Ini masyarakat yg hak hukumnya tercederai. Negara kita negara hukum, landasannya hukum, jelas dan terang kalau memang tidak ada penyerahan secara sepakat pihak KREDITUR harus ajukan gugatan wan prestasi ke Pengadilan. Ini masyarakat datang ke kantor Polisi minta perlindungan hukum, melapor, kok malah terkesan dipimpong, tidak dibuatkan LP.

BASTK (Berita acara serah terima kendaraan) sudah jelas ada aturan MK yang final dan mengikat, kelakuan gerombolan Debt kolektor itu sudah memasuki ranah pidana, karena DEBITUR menolak bertanda tangan BASTK, malah sama SPKT Polda Jawa Timur tidak dibuatkan LP saat masyarakat melapor atas tindakan arogan gerombolan – gerombolan Debt Kolektor yang dipimpin “DUL”. Lantas negara ini mau dibawa kemana kalau kelakuan tidak beradab, barbar tetap saja terkesan ada pembiaran ? Harusnya bersikap Profesional. Proporsional menegakkan hukum secara berkeadilan, beradab dan bermartabat”

Ada 3 tugas Pokok Polri sebagaimana diatur oleh UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, salah satunya adalah menegakkan hukum, memelihara keamanan dan ketertiban  masyarakat, memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat.

Ada UU No 08 Tahun 1999 Tentang perlindungan Konsumen, UU No 42 Tahun 1999 Tentang FIDUSIA, PERKAP No 08 Tahun 2011 Tentang Eksekusi Jaminan FIDUSIA,Peraturan OJK No 35 / P-OJK.05/2018 Tentang  penyelenggaraan usaha, perusahaan pembiayaan.

Ada PERMEN Keuangan No 130 /PMK.0.10/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan FIDUSIA dan PUTUSAN MK No 18 /PUU-XVII/2019, inilah namanya profesional dan proporsional,bukan hanya lips service saja,” Ujar Didi Sungkono.S.H.,M.H., ( prz )