Didi Sungkono,S.H.,M.H., ” Oknum SPKT Polres Magetan Polda Jatim,Tolak keluarkan Surat Tanda Lapor ,Perkara Korban Penipuan ” Mafia” Jual beli mobil diFacebook

TNI - POLRI102 Dilihat

 

“(Foto : Didi Sungkono,S.H.,M.H., Pengamat Kepolisian asal Surabaya yang juga berprofesi sebagai direktur Lembaga Bantuan Hukum Rastra Justitia)”
Menurut pengamat Kepolisian Didi Sungkono.S.H.,M.H.,saat diminta tanggapan terkait oknum polisi yang menolak menerbitkan LP ( Laporan Polisi ) kepada wartawan menerangkan,” Itu tidak boleh Polisi menolak Laporan dari masyarakat yang merasa menjadi korban kejahatan ,semua diatur dalam tugas dan kewenangan dari anggota Polri ,ada Peraturan Kepolisian No 07 Tahun 2022 Pasal 12 huruf A dan F ,setiap anggota Polri ,pejabat Polri dalam etika kemasyarakatan ,dilarang Menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan ,bantuan ,atau laporan dan pengaduan masyarakat yang menjadi lingkup tugas,fungsi dan kewenangannya ,dilarang juga mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan,pengayoman dan pelayanan, semua ini ada sanksi hukumnya ,kalau memang masyarakat merasa tidak puas dengan pelayanan kepolisian atau merasa mendapatkan diskriminasi ,ada aturan hukum yang mengikat,ada tatacaranya dan ada mekanisme nya,laporkan ke Bid Propam Polda Jawa Timur,dengan membawa bukti2 awal yang cukup,biar menjadi pembelajaran bagi oknum oknum tersebut,” Ujar Didi Sungkono

Surabaya, JOGOJATIM – Polri adalah aparat negara,penegak hukum dalam negeri sebagaimana diatur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, PRESISI Polri untuk negeri ,PRESISI Polri untuk masyarakat jangan hanya sebagai lips service ,pemanis bibir yang mana dalam pelaksanaannya seakan jauh panggang daripada api, masyarakat jadinya enggan berurusan dengan kepolisian ,karena lambannya setiap penanganan laporan, dan tidak jelas ujung pangkalnya dalam penyelesaian, salah satu contoh yang terjadi dijajaran salah satu Polres Polda Jawa Timur ,tidak mau keluarkan LP ( laporan Polisi ) SPKT tidak mau mengeluarkan Laporan Polisi dan penanganan kasus penipuan yang menimpa korban bernama Dwi Agus Poerwanto (64) warga Surabaya.

Diceritakan korban, dirinya dan adiknya mendatangi Polres Magetan pada Sabtu (17/2/2024) untuk mencari keadilan dan perlindungan hukum sebagai korban penipuan pembelian mobil sebesar Rp.94 juta.

Saat melakukan pelaporan, bukan Surat Laporan Polisi (LP) yang diterima, namun Surat Tanda Terima Pengaduan Masyarakat  yang tidak tertera nama terlapor, dan kronologis dugaan tindak pidananya. Ketika meminta Surat Laporan Polisi, Kanitreskrim Polres Magetan bernama Nanang menjelaskan akan di gelar perkara pada hari Senin (18/2/2024), namun hingga saat ini pada Sabtu (1/3/2024) terkait permintaan korban, tidak ada kabar sama sekali dari Polres Magetan.

Masyarakat yang merasa menjadi korban penipuan ” Mafia ” Komplotan Mafia penjualan mobil difacebook ,merasa tidak puas dengan kinerja SPKT Polres Magetan,karena dirinya yang mengalami kerugian sebesar RP 94.000.000 ( sembilan puluh empat juta rupiah ) tidak diterima laporannya oleh SPKT Polres Magetan ,Polda Jawa Timur,lantas kemana lagi masyarakat akan mencari sebuah keadilan? Kalau Polri yang tugas kewenangannya diatur jelas dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian menolak Laporan masyarakat?

Korban mengatakan pada awak media, jika dirinya sebagai korban terkesan diremehkan dan tidak adanya suatu kepastian penanganan kasusnya, pada Minggu depan akan melakukan pengaduan ke Propam Polda Jatim, Kapolda Jatim, Irwasum Polri dan Kabareskrim Polri.

Menurut pengamat Kepolisian dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rastra Justitia, Didi Sungkono, S.H., M.H., saat diminta tanggapan terkait oknum polisi yang menolak menerbitkan LP mengatakan kepada wartawan bahwa setiap anggota Polisi dilarang menolak atau mengabaikan permintaan laporan.

“Itu tidak boleh Polisi menolak laporan dari masyarakat yang merasa menjadi korban kejahatan, semua diatur dalam tugas dan kewenangan dari anggota Polri,” ujar Didi Sungkono. Jumat (1/3/22024).

Menurut Didi, ada Peraturan Kepolisian No. 07 Tahun 2022 Pasal 12 huruf A dan F, setiap anggota Polri, pejabat Polri dalam etika kemasyarakatan, dilarang menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya. Dilarang juga mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan.

“Semua ini ada sangsi hukumnya, kalau memang masyarakat merasa tidak puas dengan pelayanan kepolisian atau merasa mendapatkan diskriminasi, ada aturan hukum yang mengikat, ada tata caranya dan ada mekanismenya,” terang Didi Sungkono.

“Laporkan ke Bid Propam Polda Jawa Timur, dengan membawa bukti – bukti awal yang cukup, biar menjadi pembelajaran bagi oknum – oknum tersebut,” tegas Didi Sungkono.

Lebih lanjut Didi Sungkono menambahkan,” Tugas pokok Polri itu mengikat, jelas dan transparan,di atur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian yang mana ada 3 Tugas melekat Polri, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat.”

Terkait perkara ini, Didi mengutarakan bahwa sudah jelas siapa yang dilaporkan bagaimana kronologis masyarakat yang merasa menjadi korban sindikat penipuan (Online).

“Cyber Polri harus bergerak cepat, sudah jelas no HP nya, nama pemilik rekeningnya, nama orang yang dilaporkan, harusnya bisa bergerak cepat, biar asas kepuasan masyarakat terpenuhi dengan baik, bukan malah masyarakat lapot dan malah diarahkan ke pengaduan,” lanjut Didi Sungkono.

“Pengaduan nanti tidak akan jelas lagi waktunya, berproses, dari penyelidikan naik ke penyidikan akan gelar lagi, butuh berapa lama?. Ini yang harus jelas dan transparan disampaikan ke masyarakat, karena hukum itu asas kepastian, hitam dan putih,” tegas Didi Sungkono.

Perlu diketahui, Beberapa waktu lalu, Dwi Agus menceritakan kronologis dirinya menjadi korban penipuan berawal ketika dirinya melihat iklan di market place Facebook (FB) dijual mobil Suzuki Ignis warna merah yang selanjutnya diketahui nomor platnya W 1585 NG.

“Saya menghubungi nomor iklan yang tercantum di iklan, dan ia mengaku bernama Rahmat. Saat komunikasi katanya mobil berada di Magetan. Kita berangkat ke Magetan dan bertemu orang yang mengaku bernama Gusti. Saat itu nomor mesin, rangka, BPKB dan STNK kita periksa dan cocok tidak ada masalah,” terang Dwi Agus, Minggu (18/2/2024) lalu.

Saat itu Dwi Agus dan adiknya bernama Dodik akan membayar ke Gusti, tapi dicegah oleh Gusti agar membayar melalui transfer ke Rahmat yang diakui sebagai saudara atau family.

“Sebelum transfer kita tanya berulang kali, Rahmat itu siapa dan dibilang Gusti adalah saudaranya, dan beberapa kali kita tanya apa aman transfer ke Rahmat, Gusti bilang aman, akhirnya saya transfer pembayaran Total Rp.94 juta. Dua kali transfer Rp.40 juta dan Rp.49 juta di nomor rekening 652247149 atas nama Karina Aulia Bank BCA Syariah, dan sisanya Rp.5 juta saya kasih tunai ke Gusti,” terang Dwi Agus.

Setelah transfer dan kasih uang tunai, mobil hendak dibawa pulang tapi di cegah Gusti, karena uang belum masuk ke rekeningnya. Saat Rahmat di hubungi, telepon sudah non aktif. Terjadilah percekcokan dan akhirnya kedua belah pihak mendatangi Polres Magetan.

“Di Polres, di depan polisi, Gusti mengaku tidak kenal Rahmat, padahal ada saksi adik saya saat dia bilang berulang kali aman dan Rahmat adalah saudaranya,” terang Dwi Agus.

Dwi Agung juga menceritakan saat itu, setelah uang ditransfer dan uang tunai di kasihkan ke Gusti, dirinya membawa BPKB dan STNK mobil Ignis tersebut dan dibawa ke Polres, dan BPKB serta STNK tersebut diserahkan ke polisi.

“Saya titipkan BPKB dan STNK mobil Ignis ke polisi, dan uang Rp.5 juta dipegang Gusti dititipkan juga ke polisi,” terang Dwi Agus.

Dwi Agus menambahkan bahwa dirinya sempat meminta KTP ke  Rahmat, dan dikirimkan KTP atas nama Rahmat beralamat di Kopek Sidorejo, Kel.Bungkal, Kec.Sidorejo, Kabupaten Magetan, dan share lokasi yang dikirim Rahmat saat dirinya di Magetan, wilayahnya persis sesuai dengan wilayah alamat KTP Rahmat.

Kantor Polisi ,yang berdiri karena pajak dari rakyat,kantor polisi yang berdiri dicat bagus ,dirawat agar masyarakat merasa aman,nyaman dalam mendapatkan pelayanan,perlindungan dan pengayoman,yang mana ,kantor Polisi tempat bagi masyarakat untuk mencari sebuah keadilan,asas kepastian hukum, bagi masyarakat yang merasa dirugikan,ditipu dan diperlakukan tidak adil secara hukum,namun sayang,masyarakat yang datang untuk melaporkan kejadian penipuan ” mafia” jual beli mobil diFacebook ,tidak dilayani dengan baek oleh oknum oknum yang diduga sering memperjualbelikan kewenangan untuk mendapatkan sebuah kenyamanan,PRESISI,PROMOTER, Transparansi publik,seakan akan jauh dari fakta dan realitas yang ada

Dari kasus ini, awak media melakukan konfirmasi ke anggota Reskrim Polres Magetan bernama Aan terkait perkembangan pengaduan ke LP yang rencananya digelar perkara pada Senin (19/2/2024) lalu.

“Surat baru turun hari ini disposisi dari pak kasat masss, baru kita siapkan mindik nya, perkembangan akan kami sampaikan melalui sp2hp pak,” jawab Aan via pesan whatsapp, Selasa (20/2/2024), pukul 15.26 Wib.

Untuk mengetahui kelanjutan korban meminta perlindungan hukum dengan meminta Laporan Polisi, dan mengetahui kelanjutan perkaranya, media ini juga melakukan konfirmasi ke Kasatreskrim Polres Magetan, AKP Angga Perdana pada Rabu (21/2/2024) pukul 10.05 Wib.

“Biar kami cek dlu mas. Ini kita juga sedang gelar dr tadi pagi,” jawab Kasatreskrim Angga, Rabu (21/2/2024) pukul 10.55 Wib. Dan setelah konfirmasi ini, karena korban belum menerima kabar apapun dari Polres Magetan, beberapa kali awak media mengirim pesan dan menghubungi Kasatreskrim Angga, namun tidak pernah dijawab.

Dari investigasi awak media ke alamat KTP Rahmat, dan menemukan fakta bahwa KTP itu memang benar atas nama Rahmat, dan sesorang yang mengaku Rahmat mengaku tidak pernah menjual mobil, dan tidak tahu menahui urusan penipuan ini.

Dari investigasi media, nomor rekening yang di pakai Rahmat  dengan nama Karina Aulia terdaftar di Bank BCA Syariah cabang Bintaro Jakarta, dqan beberapa hari lalu korban ditelepon seseorang yang mengaku paman dari Karina Aulia, dan mengatakan kalau rekening Karina Aulia dipakai orang lain.

Awak media mencoba menghubungi nomor yang menelpon korban, dan seorang perempuan yang mengaku sepupu Karina Aulia mengatakan bahwa Handphone (HP) nya beberapa hari lalu dipinjam mamang (red:paman).

Dan saat ditanya pamannya bisa tahu nomor korban, perempuan itu menjawab bahwa ada beberapa waktu lalu seseorang mengaku bernama Aris dari Bank datang ke rumah Aulia dan menjelaskan adanya penipuan dan memberi nomor telepon korban.

Perempuan yang menngaku sepupu Karina Aulia tersebut, pada Kamis (29/2/2024) mengirimi pesan whatsapp memberitahu nomor seseorang yang katanya yang membuat rekening Bank Karina Aulia. Dan menjelaskan bahwa orang tersebut tidak memakai rekening Karina Aulia, akan tetapi temannya yang memakai, dan menyatakan Aulia tidak pernah tahu kalau dia dibuatkan ATM.

Pada Kamis (29/2/2024), awak media menghubungi FR pemilik nomor telepon yang diberikan sepupu Aulia, dan awak media bertanya apakah dirinya yang membuat rekening Karina Aulia ?. namun tidak ada jawaban, baru malam hari orang tersebut menjawab.

Dari jawaban FR, ia mengakui yang membuat rekening Karina Aulia adalah dirinya, dan menceritakan bahwa ia dapat tawaran dari sosmed/ link untuk verifikasi BCA Syariah, dan menggunakan KTP Karina Aulia yang diakui sebagai adiknya.

FR mengatakan setelah verifikasi sudah selesai, akun adiknya tidak bisa di login atau di gunakan. Setelah dapat kabar kalau rekening adiknya dipakai untuk menipu, rencananya pada hari ini (Jumat, 1/3/2024) RF mau ke cabang BCA Syariah terdekat untuk minta rekening koran dan pembekuan rekening.

Terkait proses aktivasi rekening apa tidak perlu atasnama KTP datang ke Bank BRI Syariah, namun tidak dijawab FR.

Polisi dalam hal ini Polres Magetan diharapkan bisa bekerja sesuai slogannya Presisi yang dicanangkan Kapolri, dan segera membuat surat Laporan Polisi  yang diminta korban dan secepatnya mengungkap kejahatan yang teorganisir ini, agar tidak ada lagi korban penipuan memakai modus seperti yang dialami korban Dwi Agus. ( Supriyanto/ Tukiran/Arinta/ Red )