SURABAYA, JOGOJATIM – Alumni Komando Banser Reaksi Aktif (KOBRA) 1994/1999 menggelar reuni dan halal bihalal, bertempat di Yayasan Pesantren Thoriquddin Al Manshur Jl. Mbah Syamsuddin gg Masjid Agal-Agil Durungbanjar, Candi sidoarjo.
Hadir dalam kegiatan tersebut Mantan Ketua PC GP Ansor Sidoarjo H. Selamet Budiono, dan mantan sekretaris PC GP Ansor Sidoarjo H. Khoiri. dan Pelaku sejarah Alumni BANSER KOBRA 94/99 Moch Suwarno, M. Irfan, H. Nasrullah (Bagok) dan sahabat KOBRA yang lain Gus Sokeh, H. Aripin, Maksum Afnani, beserta puluhan sahabat kobra yang lain.
Dalam sambutannya ketua panitia Reuni Alumni BANSER KOBRA 94/99 Moch Suwarno (Pelaku sejarah) memaparkan, bahwa Komando Banser Reaksi Aktif (KOBRA) lahir setelah muktamar NU Ke-29, Kita tidak mungkin akan lupa dengan sejarah kejadian Muktamar NU ke-29 yang digelar 1-5 Desember 1994 di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, sebagai Muktamar yang paling menegangkan dan terpanas dalam sejarah NU. Mengapa? Karena pada Muktamar inilah merupakan puncak terjadinya kedholiman rezim orde baru waktu itu terhadap NU. Pada saat itu, NU dan sosok Gus Dur dengan segala keberaniannya ‘melawan’ pemerintah, dipandang oleh Soeharto sebagai ancaman yang paling membahayakan.
“Tak pelak, hal ini membuat rezim dengan kekuasaannya, ingin ‘memutus’ kewenangan Gus Dur di PBNU yang sejak tahun 1984 dipimpinnya. Salah satunya cara yang ditempuh adalah untuk menumbangkan Gus Dur di Muktamar NU Cipasung.” Kata Suwarno, Minggu (07/05/23) siang, saat memberikan sambutan didepan para alumni Kobra dan para undangan.
Suwarno menambahkan, selanjutnya Rezim orde baru memunculkan penantang dari internal NU sendiri yang pastinya anti-Gus Dur yakni Abu Hasan. Oposisi Gus Dur inilah yang melakukan sejumlah agitasi dengan slogan ABG (Asal Bukan Gus Dur). Mereka mengemukakan kritik ‘pedas’ terhadap Gus Dur, yakni manajemen NU di bawah kepemimpinan Gus Dur dinilai lemah dan otokratik. Bahkan, menurut mereka, langkah Gus Dur yang kerap kali ‘berseberangan’ dengan pemerintah di anggap bukan hanya menyimpang dari khittah NU, tetapi juga bertentangan dengan kepentingan NU sendiri. Itulah berbagai isu yang mereka buat untuk mengambil hati seluruh muktamirin.
“Gelaran muktamar itu juga terkungkung penjagaan militer, terlebih Presiden Soeharto sendiri, Panglima TNI Jenderal Faisal Tandjung, serta para menteri rezim orde baru turut hadir di forum tersebut. Tidak hanya personel militer dan sejumlah intel yang menyebar di seantero lokasi muktamar, kendaraan lapis baja juga ikut mengelilingi arena Muktamar Cipasung.”paparnya.
Diyakini, Beberapa dari mereka bahkan diketahui menyamar dengan seragam Banser. Dari berbagai sumber, sedikitnya, diketahui tentara yang berjaga di sekitar Cipasung berjumlah sampai 1500 personil dan 100 intel. Sebagian dari mereka diberi tugas untuk memonitor delegasi-delegasi daerah dan membantu memberikan pertimbangan-pertimbangan.
“Singkat cerita, berdasarkan perhitungan suara yang dilaksanakan hingga pukul 03.00, Gus Dur ternyata memperoleh 174 suara, sementara Abu Hasan hanya mendapatkan 142 suara. Kekhawatiran itu ternyata tidak berbuah kenyataan. Pendukung Gus Dur pun merayakan kemenangan dengan penuh sukacita dan rasa syukur.” Terangnya.
Beliau meyakini, kehebatan pendukung GUSDUR dengan intelektualitas, dan kemampuan berpikir kritis yang berani melawan pemerintahan yang zalim pada saat itu, ditunjang dengan kebijakan-kebijakannya di internal NU yang dirasa sangat strategis untuk kemaslahatan masyarakat. Social capital inilah yang menjadi modal penting kepercayaan warga NU sekaligus menjadi investasi yang mengantarkannya menjadi ketua PBNU tiga periode berturut-turut
Disinilah keterlibatan Komando Banser Reaksi Aktif (KOBRA) yang dibentuk oleh beliau KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk membeckup dan mengawal acara Muktamar NU ke-29 yang digelar 1-5 Desember 1994 di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, hingga acara sukses, dan sesuai harapan para kyai dan kaum Nahdliyyin semuanya.
“Tidak hanya itu anggota KOBRA juga ikut berperan aktif dalam mengawal kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat menjadi Presiden RI hingga 1999 (KOBRA) berubah nama menjadi Komando Barisan Abdurrahman Wahid.”pungkasnya. (Maf)