UKW dan Media

Nasional, Pendidikan194 Dilihat

JOGOJATIM. Surabaya – Pernyataan Perwira Polri yang berdinas di Sampang Madura, yang dimuat dibeberapa media terkait pernyataannya bahwa Wartawan tidak UKW ( Uji Kompetensi Wartawan ) dan Media tidak terdaftar Dewan Pers hasil tulisan bukan produk Jurnalistik, menggelitik penulis untuk mengulas pemahaman yang dilontarkan oleh seorang Perwira Polri tersebut.

 

Penulis akan menjelaskan 2 hal yang dilontarkan Perwira Polri itu yang dianggap penulis bahwa beliau kurang pemahaman tentang media atau Perusahaan Pers harus terdaftar di Dewan Pers, dan Wartawan harus UKW.

Dalam menjalankan tugas, seorang jurnalis harus berpedoman UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan kode etik jurnalis. Juga dalam upaya pengembangan kemerdekaan Pers dan meningkatkan kehidupan Pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang Independen.

Dalam pasal 15 ayat 2 UU Pers, jelas diterangkan fungsi – fungsi Dewan Pers, yakni melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers, mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah, memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan, serta mendata perusahaan pers.

Dalam pasal 15 ayat 2, Dewan Pers mendata perusahaan Pers, dan dari pandangan penulis setiap perusahaan Pers yang berbadan hukum wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggungjawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan dan khusus penerbitan Pers ditambah nama dan alamat percetakan. Dan jika memenuhi unsur itu semestinya Dewan Pers bisa mendata perusahaan Pers itu.

Tapi dalam kenyataannya, banyak persyaratan yang harus di penuhi oleh perusahaan Pers untuk dapat diverifikasi terdaftar di Dewan Pers, sehingga banyak perusahaan Pers kesulitan memenuhi persyaratan itu.

Semestinya Dewan Pers harus peka dan turun langsung membantu perusahaan Pers untuk memenuhi persyaratan itu, karena Dewan Pers diamanahkan UU untuk mendata perusahaan Pers, dan mempunyai anggaran yang cukup besar dalam melaksanakan fungsinya itu. Didalam UU Pers tidak ada tertulis jika media atau perusahaan Pers tidak terdaftar di Dewan Pers, makanya tulisan wartawan bukan produk jurnalistik.

Terkait Wartawan harus UKW sesuai peraturan Dewan Pers, penulis berpandangan Dewan Pers tidak berhak mengeluarkan peraturan – peraturan tentang Pers, salah satunya peraturan wartawan harus UKW, karena Dewan Pers di dalam pasal 15 disalah satu ayatnya menyebutkan Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

Dewan Pers memfasilitasi atau sebagai fasilitator dipertegas kuasa hukum pemerintah dalam sidang uji materi UU Pers di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu, kuasa hukum pemerintah menyatakan bahwa Dewan Pers adalah fasilitator bagi organisasi Pers membuat peraturan di bidang Pers.

Hemat penulis, sebagai fasilitator, semestinya Dewan Pers tidak bisa membuat peraturan Pers, termasuk membuat peraturan Pers wartawan harus UKW. Karena yang berhak membuat peraturan adalah regulator bukan fasilitator.

Menyingung tentang UKW, pandangan penulis yang menjadi saksi pemohon dalam uji materi UU Pers Nomor 38/PUU-XIX/2021 tanggal 26 Januari 2021 di sidang Mahkamah Konstitusi adalah Dewan Pers merusak sistem sertifikasi kompetensi nasional yang sudah di atur oleh negara melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Dewan Pers melalui konstituennya ataupun bekerjasama dengan lembaga lain melakukan Uji Kompetensi Wartawan dan mengeluarkan sertifikat Kompetensi. Padahal jelas di dalam beberapa peraturan pemerintah bahwa yang berhak mengeluarkan sertifikasi Kompetensi profesi adalah BNSP.

Dalam pelaksanaan asesmen UKW, adanya seorang asesor (penguji) yang melakukan asesmen ke asesi (peserta), penulis berpendapat, seorang asesor harus mempunyai sertifikasi kompetensi asesor dari BNSP. Tapi kenyataan UKW yang sudah dilaksanakan oleh Dewan Pers, asesor nya tidak mempunyai sertifikasi kompetensi Asesor yang berlisensi BNSP.

Bagaimana pertanggungjawaban proses asesmen dan hasil dari asesmen jika asesor nya tidak berlisensi resmi sebagai asesor yang dikeluarkan negara melalui BNSP. Jelas produk asesmen dipertanyakan publik.

Sesuai pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang tertulis, “Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang independen”. Dalam hal ini BNSP lah yang berhak mengeluarkan sertifikasi Kompetensi, dan melalui LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) yang sudah mempunyai lisensi dari BNSP melakukan sertifikasi kompetensi profesi.

Hemat penulis, dengan adanya UU dan peraturan yang berhak mengeluarkan sertifikasi kompetensi profesi adalah BNSP. Pertanyaan yang harus dijawab adalah Apakah UKW Dewan Pers menjadi tolak ukur bahwa wartawan itu Kompeten dan menjadi peraturan bagi instansi atau institusi pemerintah untuk menerima atau tidak seorang wartawan melakukan liputan ataupun konfirmasi dan klarifikasi ?.

Sertifikat UKW Dewan Pers bukan produk BNSP, menurut penulis itu bukan Sertifikat Kompetensi sebenarnya, dan UKW itu hanya sebuah pendidikan dan pelatihan (diklat) , agar wartawan memahami tugas – tugasnya. Dan sebagai diklat bukan sebuah patokan instansi atau institusi untuk dapat menafsirkan bahwa wartawan itu tidak berhak melakukan liputan, dan menyatakan karyanya bukan karya jurnalis.

Semoga tulisan ini menjadi pemahaman tentang fungsi Dewan Pers yang diatur dalam UU Pers dan pemahaman UKW. Sehingga kedepannya tidak terjadi kejadian seperti yang dilontarkan Perwira Polri tersebut karena ketidak pahamannya tentang dunia jurnalis. @red

Penulis : Dedik Sugianto

Ketua Umum Organisasi Kewartawanan Sindikat Wartawan Indonesia (SWI)

Pimpinan Redaksi : Sindikat Post

Asesor bidang Pers berlisensi BNSP. Reg.MET.000.002263

(Dikutip dari media “Sindikat Post” dengan judul UKW dan Media)