Ketua DPD RI Kupas Pasal 29 dan 33 UUD 1945 Saat Pimpin Sidang Bersama DPR – DPD
JOGOJATIM, JAKARTA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang menjadi Pimpinan Sidang Bersama DPR RI-DPD RI, Senin (16/8/2021), mengajak para pejabat negara untuk tidak melupakan sejarah bangsa. LaNyalla juga menyinggung Pasal 29 dan 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Sidang Bersama DPD RI-DPR RI dilangsungkan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, dan turut dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
“Presiden Soekarno mengingatkan kita semua, agar Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah. Karena sejarah bangsa ini Tangguh. Kita mewarisi negara besar. Negara yang seharusnya mampu memakmurkan rakyatnya dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutur LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur ini menjelaskan, Indonesia adalah bangsa yang dicita-citakan sebagai negara kesejahteraan yang beragama. Menurutnya, konstitusi pun mengatur hal tersebut.
“Oleh karena itu, dalam konstitusi di Pasal 29 Ayat (1) disebutkan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsekuensinya, dalam mengatur kehidupan rakyatnya, negara harus berpegang pada kosmologi dan spirit Ketuhanan,” terangnya.
Oleh sebab itu, setiap kebijakan yang dibuat harus diletakkan dalam kerangka etis dan moral agama. Termasuk menghindari perilaku koruptif.
Tidak hanya masalah moral agama, menurut LaNyalla, para pendiri bangsa juga turut memikirkan perekonomian negara.
“Sebagai negara besar dan tangguh, kita mutlak memiliki heavy industries di sektor-sektor strategis. Kita juga harus melakukan koreksi atas kebijakan perekonomian nasional sebagaimana tertuang di dalam Pasal 33 UUD 1945,” urainya.
Mantan Ketua Umum PSSI itu mengatakan,sejak Amandemen Konstitusi yang lalu, dengan dalih efisiensi, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, telah diserahkan kepada pasar.
“Padahal, Bapak Koperasi kita, Mohammad Hatta telah meletakkan kerangka besar perekonomian nasional dengan pendekatan Koperasi. Yang harus dimaknai sebagai Cara atau Sarana untuk Berhimpun, dengan tujuan untuk memiliki secara bersama-sama alat industri atau sarana produksi,” jelasnya.
Sehingga para anggota Koperasi, sama persis dengan para pemegang saham di lantai bursa. “Bedanya, jika pemegang saham di lantai bursa bisa siapapun, termasuk orang Asing. Maka Koperasi hanya dimiliki oleh warga negara Indonesia,” jelasnya.
Oleh karena itu, LaNyalla mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mendukung pemerintah menemukan peta jalan menuju kesiapan Indonesia sebagai bangsa yang Tangguh dalam menyongsong era perubahan global, atau tata dunia baru, yang tidak lama lagi akan terjadi. (M.Af)