Pengamat Kepolisian Didi Sungkono mengatakan, “Pelaku Penyalahgunaan BBM ilegal atau BBM subsidi yang dijual ke Industri dapat dijerat dengan Pasal 55 UU No 22 Tahun 2001 Tentang MIGAS dan juga dapat dijerat dengan Pasal 55 UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Sanksi nya sangat jelas Pidana penjara 6 Tahun dan denda 60 Milliar. Ini sudah terpenuhi unsurnya salah satunya adalah penyimpangan alokasi BBM bersubsidi dan pengangkutan, “Ujar Didi Sungkono yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum Rastra Justitia ini.
KEDIRI – Jogojatim.com – Pengamat Kepolisian “Didi Sungkono”, diminta tanggapannya karena ditengarai lambannya penanganan perkara penangkapan truk tangki sejak tanggal 1 Desember 2024 hingga 10 Januari 2025 tidak ada perkembangan yang signifikan. Aparat juga terkesan ogah ogahan saat ditanya oleh kuli tinta, hingga masyarakat Kabupaten Kediri bertanya tanya ada apa gerangan ?
Dikejutkan oleh fakta-fakta mencengangkan terkait pengungkapan sindikat mafia BBM subsidi terbesar yang beraksi dari Gresik hingga Lumajang. Hingga saat ini, Polres Kab Kediri belum juga menetapkan tersangka dalam kasus yang jelas-jelas melanggar hukum dan merugikan negara puluhan milliar tiap bulan dan menyengsarakan rakyat.
Ketidakpedulian dan keangkuhan aparat penegak hukum semakin terlihat, seolah mereka sengaja menutup mata dari kenyataan pahit yang terjadi di depan mata.
Pengamat kepolisian Jawa Timur “Didi Sungkono” saat memberikan statemennya kepada awak wartawan, “Hukum harus ditegakkan, secara profesional dan proporsional, Polri sebagai alat negara harus transparan dalam ungkap kasus tersebut, sampaikan ke masyarakat melalui jumpa PERS, undang rekan-rekan media secara baik, karena itu juga perintah undang-undang, tidak boleh aparat penegak hukum mencerminkan lemahnya penegakan hukum harus selalu “menyala”. Masyarakat wajib menuntut pertanggungjawaban dari aparat penegak hukum, ” ujar Didi Sungkono.
Kejahatan ini terorganisir, jelas pidananya. Dalam hal ini, Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jelas mengatur tentang ancaman pidana bagi siapa pun yang menyalahgunakan wewenang dalam pengelolaan BBM subsidi,” Urai Didi Sungkono.
Perlu masyarakat ketahui, berdasarkan investigasi wartawan selama beberapa bulan, patut diduga sindikat ini melibatkan beberapa perusahaan seperti PT Sean Bumi Indo milik Rizal dan PT Tri Saka Adi Rajasa milik Aluwan, serta PT Fortuna Mega Energy yang dimiliki Yuni, semuanya dapat diduga telah menjadi pelaku pelanggaran serius yang merugikan negara dan masyarakat luas.
Meskipun informasi mengenai aktivitas ilegal ini telah terang benderang, sikap aparat penegak hukum justru terkesan lamban dan tidak berdaya dalam menindaknya.
Pengungkapan sindikat mafia BBM subsidi di Tulungagung yang dilimpahkan ke Polres Jombang pada 9 Desember 2024 semestinya menjadi momentum bagi aparat untuk segera bertindak. Namun, hingga kini masyarakat semakin bertanya-tanya,
Apakah mereka benar-benar berkomitmen untuk menegakkan hukum atau justru membiarkan sindikat ini lepas dari jeratan hukum ?
Situasi ini mencerminkan adanya penegakan hukum yang tidak konsisten dan berpihak. Seiring dengan meningkatnya ketidakpuasan masyarakat, waktu untuk bertindak semakin mendesak. Rakyat tidak boleh lagi berdiam diri melihat ketidakadilan proses hukum di wilayah Polres Kabupaten Kediri.
Sebagai warga negara indonesia semua berhak menuntut sebuah keadilan yang nyata. Apakah kita akan terus menyaksikan kolusi antara aparatur hukum dan sindikat BBM ? Atau, akankah harapan keadilan dan ketegasan, “hukum dapat terlahir kembali dalam menghadapi proses hukum yang tidak jelas dan penyalahgunaan wewenang ini sudah melanggar kode etik. (Yd/wkt/ain)